Kapolres Bukittinggi Layak Diapresiasi Oleh : Firman Sikumbang

iklan adsense

Kapolres Bukittinggi Layak Diapresiasi

Oleh : Firman Sikumbang

Hati siapa tak akan tercabik-cabik bila salah seorang anggota keluarganya terperangkap sebagai pengguna atau pencandu narkoba. Hampir dipastikan bahwa seluruh persendian pihak keluarga akan terasa lunglai bila bersua dengan fakta ini. Sebab, sebagai pencandu narkoba masa depan keluarga yang disayangi akan hilang, karena dampak mengkonsumsi narkoba itu fungsi otak dan mental mereka menjadi terganggu.

Berpasrah diri dengan keadaan tentulah tidak bijak pula. Sementara genderang perang yang ditabuh pihak Kepolisian Republik Indonesia bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama jajarannya di daerah, tak pula bisa diharap akan “nyaring bergema”. Sepertinya gederang yang ditabuh itu “basuih” alias “melempem”, lantaran angotanya baik anggota kepolisian maupun BNN juga terjerat dalam pusaran setan bernama narkoba itu.

Fakta membuktikan, baik yang terungkap maupun tidak, anggota kepolisian terjerat narkoba dari tahun ke tahun terus bertambah. Fakta ini pun dibuktikan dari catatan Polri bahwa anggota Korps Bhayangkara yang menjadi pemakai bahkan pengedar narkoba terus naik.

Fakta yang terungkap di tahun 2018 misalnya, saat itu polisi yang terseret kasus narkoba mencapai 297 orang. Jumlah tersebut naik sekitar dua kali lipat pada 2019 menjadi 515 orang.

Sementara di tahun berjalan pada sepanjang Januari-Oktober 2020 saja, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono telah memecat 113 anggotanya karena terlibat pelanggaran narkoba.

Kemudian pada tahun 2021, kasus memilukan sekaligus memalukan sempat mencuat dari Polsek Astana Anyar, Bandung, dimana Kapolseknya, Kompol Yuni Purwanti Dewi  bersama 11 anak buahnya ditangkap terkait penyalahgunaan narkoba.

Fakta yang sama sebenarnya juga tersua di jajaran Polda Sumbar, buktinya sedikitnya Polda Sumbar telah melakukan pemecatan secara tidak hormat terhadap 11 personel yang melanggar aturan selama 2019. Belasan personel yang dipecat itu, rata-rata terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Jangankan berkurang, di tahun 2020 Polda Sumbar tercatat melakukan pemberhentian tidak dengan hormat alias pemecatan terhadap 23 personelnya karena tersangkut kasus narkoba dan tindak pidana lain. Saat itu ada tiga perwira pertama dan 14 bintara yang diberhentikan secara tidak hormat.

Melihat kondisi mengkhawatirkan tersebut, memasuki tahun 2021 Kapolda Sumbar yang saat itu dijabat Irjen Pol Drs. Toni Harmanto berupaya melakukan penandatangan perjanjian untuk tidak menggunakan narkoba kembali dengan 266 Anggota Polri di Polda Sumbar dan jajaran.

Petaka ini tak hanya menimpa anggota Kepolisian, fakta yang sama sebenarnya juga dialami anggota Badan Narkotika Nasional (BNN). Masih segar dalam ingatan masyarakat pada bulan Oktober 2019 lalu Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya menangkap seorang anggota BNN berinisial MK, karena diduga terlibat jual-beli narkoba. 

Bahkan baru-baru ini seorang hakim di Rangkasbitung, Banten juga ditangkap Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Banten karena terlibat kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika. 

Berkaca pada fatka yang terjadi tersebut perapan reward dan punishment sudah harus benar-benar harus dijalankan, serta semua lapisan benar-benar “berpeluh-peluh” berjuang menabuh genderang perang terhadap narkoba.

Perang terhadap narkoba ini bukan semata-mata tanggungjawab para keluarga korban narkoba saja, tapi seluruh manusia di bumi pertiwi ini memiliki tanggungjawab moril untuk memerangi narkoba. 

Kenapa narkoba wajib diperangi? Sebab, fakta membuktikan bahwa narkoba di negara kita sudah bagaikan darah dalam nadi, yang mengalir dari kepala sampai ke ujung rambut. Bahkan, narkoba sudah mengitai dan siap memangsa seluruh keluarga yang ada di tanah air ini.

Ingat, bila kita berleha-leha, meskipun kita bukan orang kota atau bermukim di kota besar, bukan tak mungkin keluarga yang disayangi akan menjadi korban keganasan narkoba. Sebab, peredaran narkoba saat ini sudah merambah ke pelosok-pelosok desa di Indonesia.

Untuk itu, sudah saatnya masyarakat dengan kesadaran penuh menyatakan perang terhadap narkoba. Tidak ada pilihan lain, karena negara ini harus tetap berdiri kokoh dan para generesinya bebas untuk hidup secara wajar, tanpa tergoda untuk menggunakan narkoba.

Sementara masyarakat sudah harus pula berani mendesak pemerintah agar oknum Polri yang teelibat dalam peredaran narkoba mendapatkan hukuman seberat beratnya, kapan perlu hukuman mati. Pasalnya, apa yang mereka lalukan sama halnya dengan mengkhianati negara yang tengah berjuang memberantas narkoba. 

Semantara, bagi pihak kepolisian yang benar-benar menabuh genderang perang dan tak hanya menjadikan perang tersebut sebagai selogan belaka, layak pula untuk diberikan reward.

Seperti yang dilakukan jajaran Polres Bukittinggi yang terbukti berhasil menggagalkan peredaran narkotika jenis sabu seberat 41,4 kilogram, sejak 14 Mei 2022, dengan mengamankan 8 pria sebagai tersangka, dimana ini merupakan pengungkapan kasus narkotika terbesar di Sumbar, dengan prakiraan nilai barang bukti sebanyak 62 miliar rupiah.

Agar ini dapat menjadi penyemangat bagi Polres yang lain, Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa Putra sudah seharusnya pula mulai meancang-ancang reward yang tepat dan pantas diberikan untuk Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, semisal mempromsikannya sebagai Kapolres Padang, sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). 

Sebagai ibukota provinsi, tentu peredaran dan tingkat pengguna narkoba di Kota Padang jauh lebih luar biasa dari kota dan kabupaten yang ada. Nah, dengan promosi yang didapat itu, saya menilai AKBP Dody Prawiranegara tentu akan punya kesempatan lebih besar untuk “mendatakan tangkapan” yang jauh lebih besar lagi. Semoga !!

iklan adsense

Post a Comment

0 Comments